Latar Belakang Lahirnya Orde Baru
Orde baru merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk memisahkan antara kekuasaan masa Sukarno yang disebut Orde Lama dengan masa kepemerintahan Suharto.
Tujuan dari pemerintahan Orde Baru
1. Mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan pada masa Orde Lama
2. Penataan kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan negara Indonesia
3. Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen
4. Menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat proses pembangunan bangsa.
Latar belakang lahirnya Orde Baru :
Keadaan politik dan keamanan negara menjadi kacau karena peristiwa Gerakan 30 September 1965 ditambah adanya konflik di angkatan darat yang sudah berlangsung lama
Keadaan perekonomian semakin memburuk dimana pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan harga bahan bakar menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat
Rakyat melakukan demonstrasi menuntut agar PKI berserta Organisasi Masanya dibubarkan serta tokoh-tokohnya diadili
Pembentukankesatuan aksi berupa Front Pancasila yang selanjutnya lebih dikenal dengan Angkatan 66untuk menghacurkan tokoh yang terlibat dalam Gerakan 30 September 1965
Kesatuan aksi Front Pancasila pada 10 Januari 1966 di depan gedung DPR-GR mengajukan tuntutan TRITURA (Tri Tuntutan Rakyat) yang berisi :
1. Pembubaran PKI berserta Organisasi Massanya
2. Pembersihan Kabinet Dwikora
3. Penurunan Harga-harga barang.
Upaya reshuffle kabinet Dwikora pada 21 Februari 1966 dan Pembentukan Kabinet Seratus Menteri tidak juga memuaskan rakyat
Wibawa dan kekuasaan presiden Sukarno semakin menurun setelah upaya untuk mengadili tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 tidak berhasil dilakukan meskipun telah dibentuk Mahkamah Militer Luar Biasa(Mahmilub)
Sidang Paripurna kabinet dalam rangka mencari solusi dari masalah yang sedang bergejolak tak juga berhasil
Maka Presiden mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret 1966 (SUPERSEMAR) yang ditujukan bagi Letjen Suharto guna mengambil langkah yang dianggap perlu untuk mengatasi keadaan negara yang semakin kacau dan sulit dikendalikan.
HUBUNGAN SUPERSEMAR DAN LAHIRNYA ORDE BARU
Karena di saat itu kondisi keamanan yang cukup membahayakan oleh situasi pertentangan politik dan konflik yang berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanan, dan kehidupan ekonomi semakin memburuk.
Puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G-30-S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa dan negara.
Mengingat keadaan semakin membahayakan, Ir. Soekarno selaku Presiden RI memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya keamanan, ketertiban, dan ketenangan
serta kestabilan jalannya pemerintah.
Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde Baru.
Karena di saat itu kondisi keamanan yang cukup membahayakan oleh situasi pertentangan politik dan konflik yang berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanan, dan kehidupan ekonomi semakin memburuk.
Puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G-30-S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa dan negara.
Mengingat keadaan semakin membahayakan, Ir. Soekarno selaku Presiden RI memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya keamanan, ketertiban, dan ketenangan
serta kestabilan jalannya pemerintah.
Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde Baru.
SUPERSEMAR
SUPERSEMAR"
|
Pada tanggal 11 Maret 1966, dalam kondisi negara sangat genting, Presiden Soekarno didatangi tiga orang Jenderal. Ketiganya meminta Presiden Soekarno menandatangani sebuah surat yang isinya memberikan kekuasaan terhadap Letnan Jenderal Soeharto untuk memulihkan keadaan negara. Namun, pada tahun 1980, Sekretariat Negara menyatakan surat tersebut hilang. Surat yang dalam sejarahnya nanti dikenal dengan Supersemar tersebut dalam kisahnya kemudian ditemukan dengan beberapa versi. Ada yang dua lembar halaman, ada yang satu halaman. Paling tidak ada dua berkas faksimili tentang hal tersebut; dalam majalah Tempo (15 Maret 1986) dan surat kabar Buana Minggu (16 Maret 1986). Lucunya, kendati bunyi teks keduanya serupa, tetapi format dan tandatangan Presiden Soekarno tidak sama, kop suratnya juga berbeda (David Bourchier, 2006).
Sejak saat itulah Supersemar menjadi kontroversi yang berkepanjangan. Para sejarawan tak habis-habisnya membahas dan menulis duduk perkara Supersemar tersebut. Berpuluh buku telah terbit, baik sebagai kesaksian sejarah maupun hasil analisa. Berbagai seminar juga telah digelar untuk mengklarifikasi kebenaran serta kelurusan sejarah Supersemar. Dan, untuk memperingati kelahiran Supersemar tersebut, hari Kamis, 8 Maret 2006, IPS (Institute for Policy Studies) mengadakan seminar dengan tema �Duduk Perkara Supersemar� yang menghadirkan pelaku dan sejarawan sekaligus. Dihadiri oleh banyak peminat, seminar tersebut menghadirkan Pak Moerdiono (Mantan Sekretaris Negara), Pak Asvi (Sejarawan LIPI), Pak Ridwan Saidi (Mantan Ketua Umum PB HMI), Pak Husnie Thamrin (Mantan Ketua KAPPI) dan Prof. Kasidi (Sejarawan). Yang menarik dicatat dalam seminar kali ini adalah niat panitia untuk meletakkan secara obyektif sejarah Supersemar. Karena itu, mereka yang percaya dan berada di belakang Supersemar diundang. Mereka yang curiga dan tidak begitu percaya tentang kebenaran Supersemar juga diberi kesempatan bicara. Di sini obyektifitas sejarah diharapkan akan terjadi. Tetapi, dalam konteks yang lebih luas, seminar yang membicarakan sejarah masa lalu akan menjadi bermakna bila kita bisa mengambil hikmahnya. Dalam hal ini, tepatlah pendapat Ridwan Saidi yang mengatakan bahwa melihat Supersemar harus melihat latarbelakang proses pelahirannya. Kemudian, merefleksi dan merelevansikannya pada masa kini. Itu artinya, seminar tentang hal sepelik Supersemar akan lebih berbobot jika peserta memiliki semangat untuk memperluas cakrawala sejarahnya dan menarik kesimpulan-kesimpulan bagi bahan pelajaran sejarah berikutnya. Sejarah, dengan demikian diletakkan sebagai guru. Sebab guru yang paling baik adalah sejarah itu sendiri. Dengan belajar sejarah, diharapkan setiap manusia tidak mengulangi kesalahan-kesalahan di masa lalu sambil mengembangkan terus kebaikan-kebaikannya di masa depan. Sejarah pula yang membentuk masa depan bangsa. Dari sejarah pula, generasi muda dan pemimpin berikutnya dapat menyempurnakan perjalanan bangsanya. Dalam hubungan inilah pertama-tama, perdebatan tentang Supersemar harus diakhiri. Karena, walaupun Supersemar yang asli hilang tetapi fakta dan hasilnya ada. Menurut Prof. Kasidi, kontroversi keberadaan Supersemar dapat diakhiri dengan adanya fakta pidato Presiden Soekarno pada tanggal 16 Maret 1966. Dalam pidatonya, Presiden Soekarno mengucapkan terimakasih pada penanggungjawab keamanan negara (Letjen. Soeharto) karena telah melaksanakan perintahnya. Logikanya, tidak mungkin ada ucapan terimakasih dari Presiden Soekarno jika tidak ada surat (Supersemar) dan penanggungjawab yang sukses melaksanakan isi surat tersebut. Dengan hipotesa Prof. Kasidi yang brilian tersebut, penulis sependapat kalau perdebatan tentang Supersemar harus ditutup. Lalu, hikmah apa yang dapat kita petik dari peristiwa Supersemar? Hikmah terpentingnya adalah semangat dan sikap konsistensi mencapai cita-cita republik yaitu kesejahteraan seluruh rakyat dengan mengamalkan Pancasila dan UUD-45 secara murni dan konsekwen. Semangat dan sikap inilah yang melatarbelakangi lahirnya Supersemar. Sebab saat itu, kondisi negara dalam keadaan genting dikarenakan munculnya demonstrasi mahasiswa yang menuntut dilaksanakannya Tritura. Sebuah tuntutan karena tatanan Orde Lama dianggap telah melupakan cita-cita para pendahulu kita dalam mendirikan republik Indonesia. Dengan semangat dan sikap tersebut, lahirlah pemerintahan Orde Baru yang peduli pada cita-cita kesejahteraan rakyat. Dengan semangat dan sikap menegakkan dan mengamalkan Pancasila dan UUD-45 secara murni dan konsekwen, maka stabilitas politik diciptakan dan perhatian dapat diarahkan lebih fokus ke arah pembangunan nasional. MPR sebagai representasi kehendak seluruh rakyat dibentuk lewat pemilu. GBHN ditetapkan dan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila digerakkan. Orde Baru memberikan kesempatan untuk mendirikan parpol yang kemudian disederhanakan lewat konsensus nasional. Ormas juga dihidupkan kembali. Kebebasan beserikat dan berkumpul juga dijamin asal bertanggungjawab serta selaras dengan Pancasila dan UUD-45. Pergantian pimpinan nasional dilakukan secara konstitusional demokratis karena dipilih lewat pemilu tiap lima tahunan. Secara berangsur-angsur, kehidupan demokratisasi membaik seiring dengan kemampuan masyarakat waktu itu. Pembangunan nasional yang didasarkan pada Trilogi Pembangunan yaitu stabilitas, pertumbuhan, dan pemerataan setahap demi setahap meningkatkan kesejahteraan. Lapangan pekerjaan meluas sehingga mengurangi jumlah pengangguran. Tercukupinya kebutuhan pokok dan swasembada beras menjadi bukti berikutnya. Kebutuhan dasar manusia terpenuhi dengan mudah dan murah. Ujungnya, kemiskinan menurun secara drastis dari 60% menjadi 14% pada tahun 1996. Intinya, angkatan 66, Supersemar dan Orde Baru berhasil merealisasikan cita-cita kemerdekaan politik-ekonomi dalam visi negara kesejahteraan (welfare state) yang ditopang oleh pemerintahan yang kuat (strong state) dan bercita-cita membangun manusia seutuhnya; manusia yang mewarnai kemerdekaannya dengan keadilan, kemakmuran, kesentosaan dan ketertiban dunia. Sebuah capaian yang nyata dan dapat dirasakan rakyat sampai hari ini. Sebuah prestasi yang belum terlihat setelah sembilan tahun kita hidup dalam zaman reformasi. Oleh karena itu ke depan, daripada kita mempermasalahkan kembali kontroversi Supersemar, akan lebih bijak jika kita tangkap makna dan relevansi peringatan Supersemar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini. Apalagi sekarang kita rasakan bahwa kehidupan semakin memprihatinkan. Angka kemiskinan, pengangguran, bunuh diri, dan kekerasan meningkat. Bencana silih berganti, kesehatan masyarakat menurun, pendidikan semakin sulit. Karena itu, semua catatan tersebut menjadi relevan bila kita mencermati kegundahan masyarakat yang bertanya, �apakah kondisi tersebut di atas dikarenakan reformasi sudah melenceng dari cita-cita luhur Pancasila dan UUD-45.� Sebab, sebagian besar masyarakat juga meminta untuk mengkaji kembali hasil amandemen UUD-45. Banyak pakar mengatakan bahwa amandemen UUD-45 tidak sesuai dengan Pancasila dan pembukaan UUD-45. Buktinya, hasil amandemen tersebut membawa kita pada sistem demokrasi dan ekonomi liberal [neolib]. Misalnya, demokrasi voting, otonomi daerah yang berlebihan sehingga seperti federalisme, privatisasi perusahaan negara yang menguasai hajat hidup orang banyak, dan semangat individualistik. Semua sikap tersebut tentu tidak sesuai dengan wawasan kebangsaan kita yang lebih menekankan kesatuan, gotongroyong dan kekeluargaan. Suatu wawasan kebangsaan yang menjadi landasan kita dalam memaknai Pancasila dan UUD-45. Penulis berharap, peringatan Supersemar dapat menjadi momentum perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara dengan melaksanakan Pancasila dan UUD-45 secara murni dan konsekwen.[] |
PENGERTIAN ORDE BARU
Pengertian Orde Baru Adalah - Apakah Orde Baru Itu? - Orde Baru adalah suatu tatanan seluruh perikehidupan rakyat, bangsa dan negara yang diletakkan kembali kepada pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dengan kata lain, Orde Baru adalah suatu orde yang mempunyai sikap dan tekad untuk mengabdi pada kepentingan rakyat dan nasional dengan dilandasi oleh semangat dan jiwa Pancasila serta UUD 1945.
Lahirnya Orde Baru diawali dengan dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret 1966. Dengan demikian Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) sebagai tonggak lahirnya Orde Baru.
Usaha melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen menjadi tujuan utama pembentukan pemerintahan Orde Baru. Namun, kehati-hatian pemerintah Orde Baru terhadap bahaya komunis menyebabkan peran negara sangat besar dan mendominasi kehidupan masyarakat.
Istilah Orde Baru dalam sejarah politik Indonesia dicetuskan oleh pemerintahan Soeharto dan merujuk kepada masa pemerintahan Soeharto (1966-1998). Istilah ini digunakan untuk membedakan dengan Orde Lama pemerintahan Soekarno. Setelah kejatuhan Soeharto, Orde Baru digantikan dengan Orde Reformasi (1999-sekarang).
Pengertian Orde Baru Adalah - Apakah Orde Baru Itu? - Orde Baru adalah suatu tatanan seluruh perikehidupan rakyat, bangsa dan negara yang diletakkan kembali kepada pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dengan kata lain, Orde Baru adalah suatu orde yang mempunyai sikap dan tekad untuk mengabdi pada kepentingan rakyat dan nasional dengan dilandasi oleh semangat dan jiwa Pancasila serta UUD 1945.
Lahirnya Orde Baru diawali dengan dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret 1966. Dengan demikian Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) sebagai tonggak lahirnya Orde Baru.
Usaha melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen menjadi tujuan utama pembentukan pemerintahan Orde Baru. Namun, kehati-hatian pemerintah Orde Baru terhadap bahaya komunis menyebabkan peran negara sangat besar dan mendominasi kehidupan masyarakat.
Istilah Orde Baru dalam sejarah politik Indonesia dicetuskan oleh pemerintahan Soeharto dan merujuk kepada masa pemerintahan Soeharto (1966-1998). Istilah ini digunakan untuk membedakan dengan Orde Lama pemerintahan Soekarno. Setelah kejatuhan Soeharto, Orde Baru digantikan dengan Orde Reformasi (1999-sekarang).
Proses Lahirnya Orde Baru
Pemerintahan Orde Baru lahir secara situasional setelah peristiwa Gerakan 30 September 1956/ PKI. Lahirnya Orde Baru ada beberapa versi antara lain:
Pemerintahan Orde Baru lahir secara situasional setelah peristiwa Gerakan 30 September 1956/ PKI. Lahirnya Orde Baru ada beberapa versi antara lain:
1. Berdasarkan versi pemerintahan Orde Baru di tandai oleh keluarnya Supersemar(Surat Perintah Sebelas Maret 1966).
2. Lahirnya Orde Baru pada tanggal 10 Januari 1966 bersamaan dengan tercetusnya Tritura. (Tri/Tiga Tuntutan Rakyat) ialah tuntutan dari para mahasiswa yang mengadakan demonstrasi terhadap pemerintahan Presiden Soekarno.
3. Orde baru lahir pada tanggal 23 Februari 1967 , sejak peristiwa penyerahan kekuasaan dari presiden Sukarno kepada Jenderal Suharto selaku pengembang Supersemar.
Masa pemerintahan soeharto
Pada tanggal 30 September 1965, Kaum Komunis telah melakukan pemberontakan pula dalam Negara Republik Indonesia, dengan predikat “Gerakan 30 September”. Pemberontakan PKI yang pertama ialah bulan September 1948, yang berpusat di Madiun di bawah pimpinan Muso. Dengan pemberontakan G-30-S/PKI 1965 itu, Republik Indonesia berada di dalam tiga bahaya, yang berintegrasi, yaitu: Pemberontakan G-30-S, Kekuasaan diktatuur Orla, Kehancuran ekonomi. Jenderal Soeharto telah memimpin bangsa dan Negara Republik Indonesia, berjuang melawan dan mengalahkan ketiga bahaya itu. Dengan perhitungan dan strategi yang matang di bawah petunjuk dan bimbingan Tuhan, bahaya-bahaya itu dapat dikalahkan dan diatasi satu-persatu. Pemberontakan G-30-S telah dikalahkan dengan berhasil dan kekuatan Komunis dihancurkan di Indonesia. Kehancuran ekonomi telah diatasi dengan jalan Rehabilitasi, stabilitasi dan pembangunan. Gerakan 30 September 1965 tidak berhasil mewujudkan cita-citanya, dalam rangka menghancurkan negara kesatuan Republik Indonesia. Dalam waktu relatif singkat maka dapat ditumpas oleh para tokoh-tokoh yang setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sesudah itu, pemerintah dan rakyat Indonesia bertekad melaksanakan suatu tatanan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat berdasarkan Ideologi negara Pancasial dan Konstitusi (UUD 1945).
